
Jakarta –
Artificial Intelligence (AI) menjadi teknologi yang terus bertambah di banyak sekali sektor. Kini, AI bahkan mulai mendominasi sektor finansial dengan menampilkan akomodasi kanal dan personalisasi pengguna.
Kepala Eksekutif PEPK Otoritas Jasa Keuangan, Frederica Widyasari Dewi, mengungkapkan penggunaan AI dikala ini telah digunakan pada back office hingga front office sektor keuangan.
Baca juga: Pakar UM Surabaya soal Foto Gemoy Capres-Cawapres Versi AI: Jangan Cuma Pencitraan |
Baca juga: Canggih! Mahasiswa UGM Bikin Alat Pendeteksi Stunting Berbasis AI |
Contohnya, dalam acara menyerupai aset administrasi dan bantuan kredit, AI digunakan pengecekan untuk kandidat konsumen.
“AI juga digunakan untuk berkomunikasi lewat chatbot dan menyusun personalized recommendation terkait layanan keuangan. Namun terdapat banyak sekali risiko, antara lain menyerupai risiko kebocoran data,” ujar Frederica dalam laman UGM, Selasa (28/11/2023).
Kemudahan yang dipersiapkan AI, menurutnya, disertai dengan beberapa imbas negatif. Sebab, kurangnya supervisi atau campur tangan insan sanggup membuat metode gampang diretas.
Akumulasi Data yang Terbatas
Proses akumulasi data untuk AI memerlukan data yang bermutu dalam jumlah banyak. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam penerapan AI di bidang finansial ini merupakan akumulasi data yang terpublikasi masih sungguh terbatas.
Frederica menyinari privasi data yang perlu dilindungi. Namun di satu sisi, data juga berperan penting mendorong penerapan teknologi di banyak sekali sektor.
Menurutnya, keadaan ini menjadi tantangan di Indonesia. Karena data yang bebas diakses ini masih sungguh terbatas.
Di segi lain, sumber daya insan juga menjadi salah satu tantangan penerapan AI mengingat masih minimnya SDM yang memiliki kompetensi di bidang AI.
“Lebih jauh, budbahasa dan regulasi penerapan AI juga menjadi tantangan tersendiri. Terutama kebijakan yang sanggup mengendalikan budbahasa dan kebijakan AI di Indonesia,” ujar Frederica.
Tantangan Penerapan AI di Indonesia
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Kagama dan Koordinator Staf Khusus Presiden, Dr. Aagn Ari Dwipayana, menyodorkan bahwa sektor perbankan di banyak sekali negara telah tutup alasannya merupakan beralih ke dunia digital. Kendati demikian, Indonesia masih menghadapi tantangannya tersendiri.
“Kita di Indonesia mengalami tantangan alasannya merupakan kanal kepada perbankan masih rendah. Kaprikornus tidak semua penduduk itu memiliki kanal kepada perbankan maupun forum keuangan lain,” tuturnya.
Menurutnya, Indonesia masih sungguh jauh untuk sanggup dibilang Go Digital. Akses penduduk kepada perbankan masih meraih 40%, dengan lebih banyak didominasi pengguna masih berbasis daerah perkotaan.
Baca juga: Disrupsi Adalah: Ketahui Faktor Penyebab, Contoh, dan Cara Menghadapinya |
Penggunaan layanan perbankan pun cuma dibatasi pada layanan menabung dan menawan duit saja. Padahal, ia berharap penduduk sanggup mempergunakan layanan perbankan untuk mengurus kerja keras yang dibangun.
Maka untuk meraih tahap digitalisasi metode finansial, perlu kontrak dan dorongan yang lebih besar lengan berkuasa agar penduduk mau dan yakin untuk mempergunakan layanan digital dikala ini.
